Real Betis harus melewati jalur play-off di babak penyisihan. Namun, tim asuhan Pellegrini menjawab keraguan itu dengan performa mengesankan. Mereka menyingkirkan tim-tim kuat seperti Gent, Vitoria SC, Jagiellonia, hingga Fiorentina.
Dengan Isco sebagai otak permainan dan Antony sebagai motor serangan penuh daya ledak, Betis menyuguhkan gaya bermain atraktif dan berani. Kisah mereka menjadi simbol bahwa determinasi dan kecermatan taktik mampu mengubah tim biasa menjadi penantang juara.
Sedangkann bagi Chelsea, Final Liga Konferensi Eropaini bukan sekadar laga final, melainkan peluang sejarah. Mereka adalah salah satu raksasa dari Inggris yang tengah tertidur panjang dan kini sedang bangun.
Setelah menjuarai Liga Champions, Liga Europa, dan Piala Super UEFA, pernah mereka kuasai, The Blues kini memburu satu-satunya trofi UEFA yang belum mereka miliki, Liga Konferensi Eropa. Situasi ini membuat Chelsea begitu bersemangat saat memasuki Final Liga Konferensi Eropa.
Di bawah kendali Enzi Maresca, yang mengusung filosofi modern hasil didikan Pep Guardiola, Chelsea tampil dominan sejak awal di turnamen kelas 3 di Eropa ini. Mereka menyapu bersih fase grup dengan enam kemenangan, dan hanya sempat tersandung di perempat final saat melawan Legia Warszawa.
Murianews, Kudus – Real Betis datang ke Final Liga Konferensi Eropa 2024/25 sebagai kejutan manis dari Spanyol. Tidak banyak yang memprediksi mereka bisa melaju sejauh ini, apalagi mengingat start lamban mereka di fase grup.
Pertemuan Real Betis vs Chelsea di Final Liga Konferensi Eropa bisa dikatakan sebagai pertemuan kekuatan sepak bola Andalusia menghadapi raksasa tidur dari Inggris. Duel yang berlangsung Kamis (29/5/2025) dinihari WIB, diprediksi menyugguhkan pertarungan klasik yang sengit.
Real Betis harus melewati jalur play-off di babak penyisihan. Namun, tim asuhan Pellegrini menjawab keraguan itu dengan performa mengesankan. Mereka menyingkirkan tim-tim kuat seperti Gent, Vitoria SC, Jagiellonia, hingga Fiorentina.
Dengan Isco sebagai otak permainan dan Antony sebagai motor serangan penuh daya ledak, Betis menyuguhkan gaya bermain atraktif dan berani. Kisah mereka menjadi simbol bahwa determinasi dan kecermatan taktik mampu mengubah tim biasa menjadi penantang juara.
Sedangkann bagi Chelsea, Final Liga Konferensi Eropaini bukan sekadar laga final, melainkan peluang sejarah. Mereka adalah salah satu raksasa dari Inggris yang tengah tertidur panjang dan kini sedang bangun.
Setelah menjuarai Liga Champions, Liga Europa, dan Piala Super UEFA, pernah mereka kuasai, The Blues kini memburu satu-satunya trofi UEFA yang belum mereka miliki, Liga Konferensi Eropa. Situasi ini membuat Chelsea begitu bersemangat saat memasuki Final Liga Konferensi Eropa.
Di bawah kendali Enzi Maresca, yang mengusung filosofi modern hasil didikan Pep Guardiola, Chelsea tampil dominan sejak awal di turnamen kelas 3 di Eropa ini. Mereka menyapu bersih fase grup dengan enam kemenangan, dan hanya sempat tersandung di perempat final saat melawan Legia Warszawa.
Kekuatan Mapan...
Kekalahan dari Legia Warsawa, menjadi kekalahan kandang pertama mereka di kompetisi Eropa selain Liga Champions. Namun berikutnya mereka bangkit dan memukul balik Legia Warsawa.
Meski sering menurunkan skuad muda, Chelsea tetap solid dan fleksibel secara taktik. Formasi dasar 4-2-3-1 mereka bisa berubah menjadi struktur dinamis. Dengan peran hybrid dari pemain seperti Marc Cucurella yang bisa menyusup ke tengah sebagai gelandang saat menyerang, membuat Chelsea sulit diduga.
Pertandingan Final Liga Konferensi Eropa antara Real Betis vs Chelsea, di Wroclaw, Polandia akan menyajikan ketegangan di lapangan. Selain itu juga drama emosional dari dua kubu yang berjuang dengan identitas berbeda.
Pellegrini akan mengandalkan pengalamannya dalam membaca permainan dan strategi lawan. Sementara Maresca akan menyajikan kejutan-kejutan khas pelatih muda yang ambisius di tengah pertandingan.
Final Liga Konferensi Eropa: Real Betis vs Chelsea, akan mempertemukan dua kekuatan, dongeng dari Andalusia melawan kekuatan mapan dari Inggris. Real Betis berusaha meraih gelar kontinental pertama mereka, sementara Chelsea memburu sejarah sebagai klub pertama yang menjuarai empat kompetisi resmi UEFA.