Langkah ini dianggap sebagai bukti bahwa klub tidak mau mendengar suara penggemar dan ingin menyembunyikan kebenaran. Namun, ternyata ini bukan satu-satunya masalah yang saat ini menghantui MU.
Kabar bahwa Manchester United harus menjual pemain sebelum bisa berinvestasi di bursa transfer musim panas semakin memperburuk situasi. Pelatih Ruben Amorim sendiri mengakui bahwa penjualan pemain adalah keharusan.
Pernyataan Amorim ini memicu ketakutan bahwa bintang muda seperti Alejandro Garnacho dan Kobbie Mainoo bisa dikorbankan demi menyeimbangkan keuangan klub.
Dengan kondisi yang semakin kacau, tekanan dari penggemar kini mencapai titik didih. Apakah aksi protes besar-besaran ini akan menjadi momentum perubahan bagi Manchester United? Ataukah malah sebaliknya, masih belum bisa dipastikan.
Masalah yang muncul di Manchester United kini seperti berubah menjadi badai besar yang mengarah ke Old Trafford. Para penggemar siap mengguncang fondasi klub mereka sendiri.
Murianews, Kudus – Old Trafford akan menjadi saksi aksi protes terbesar dari kelompok suporter Manchester United dalam beberapa tahun terakhir. Kelompok penggemar garis keras MU, 1958, telah mengumumkan akan menggelar unjuk rasa.
Aksi unjuk rasa suporter Manchester United 1958 direncanakan berlangsung pada 9 Maret 2025. Itu akan terjadi sebelum pertandingan melawan Arsenal. Aksi ini merupakan respons terhadap kebijakan brutal klub yang semakin membuat penggemar kecewa dan marah.
Kenaikan harga tiket tanpa kompromi, pengurangan staf besar-besaran, hingga minimnya transparansi dalam kebijakan manajemen membuat fans Manchester United merasa dikhianati.
Menurut Daily Mail, protes yang akan gelar bukanlah aksi pertama dari kelompok 1958. Desember lalu, ribuan penggemar telah memprotes kebijakan klub saat MU menang 4-0 atas Everton.
Bulan lalu, mereka kembali turun ke jalan setelah hasil imbang 2-2 Manchester vs Liverpool. Kali ini, mereka bertekad untuk memberikan tekanan lebih besar lagi.
"Kami sudah mempersiapkan ini selama berminggu-minggu. Kami tidak akan tinggal diam ketika klub yang kami cintai diperas oleh keputusan yang tidak masuk akal. Ini bukan hanya soal harga tiket, ini tentang bagaimana Manchester United dikelola dengan cara yang tidak menghormati penggemar," ujar Juru Bicara kelompok Suporter memberikan pernyataan.
Tidak hanya itu, kontroversi semakin memanas setelah terungkap bahwa pertemuan antara manajemen dan dewan penasihat penggemar diikat oleh perjanjian kerahasiaan (NDA).
Klub Tak Mendengar...
Langkah ini dianggap sebagai bukti bahwa klub tidak mau mendengar suara penggemar dan ingin menyembunyikan kebenaran. Namun, ternyata ini bukan satu-satunya masalah yang saat ini menghantui MU.
Kabar bahwa Manchester United harus menjual pemain sebelum bisa berinvestasi di bursa transfer musim panas semakin memperburuk situasi. Pelatih Ruben Amorim sendiri mengakui bahwa penjualan pemain adalah keharusan.
Pernyataan Amorim ini memicu ketakutan bahwa bintang muda seperti Alejandro Garnacho dan Kobbie Mainoo bisa dikorbankan demi menyeimbangkan keuangan klub.
Dengan kondisi yang semakin kacau, tekanan dari penggemar kini mencapai titik didih. Apakah aksi protes besar-besaran ini akan menjadi momentum perubahan bagi Manchester United? Ataukah malah sebaliknya, masih belum bisa dipastikan.
Masalah yang muncul di Manchester United kini seperti berubah menjadi badai besar yang mengarah ke Old Trafford. Para penggemar siap mengguncang fondasi klub mereka sendiri.