Jumat, 21 November 2025

Murianews, Kudus – Kisah transfer Mees Hilgers di FC Twente mulai menjadi bahan pembicaraan seantero Belanda dan Eropa. Bek Timnas Indonesia ini seperti ‘digantung’, setelah gagal mendapatkan klub baru, di bursa transfer musim panas lalu.

Klub sepak bola di Belanda ini dinilai memperlakukan Mees Hilgers, bek timnas Indonesia, semena-mena, dan tidak menghormati etika ketenaga-kerjaan di sepak bola profesional. Pemain ini, kini menghadapi tekanan berat dari klub yang dibelanya.

Kontrak Mees Hilgers akan habis akhir musim nanti. Namun pada bursa transfer musim panas lalu, dirinya sudah mengajukan keinginan untuk pindah klub. Tetapi dalam prosesnya, Hilgers gagal mendapatkan klub baru, sampai bursa transfer ditutup.

Pilihan pahitnya, Mees Hilgers akhirnya harus kembali ke FC Twente. Tetapi, karena sebelumnya sudah berniat pergi, FC Twente seperti sudah merasa dikhianati, sehingga hanya menempatkannya dalam situasi menggantung.

Status Mees Hilgers secara hukum masih dibawah tanggung jawab FC Twente. Tetapi dalam kenyataannya pemain Timnas Indonesia ini tidak mendapatkan ruang untuk bisa terus bermain bersama klub. Seperti dilansir dari Goal, Mess harus menghadapi tekanan di klubnya.

Kabarnya, FC Twente meminta agar Mees Hilgers memperbaharui kontraknya-yang tentu saja lebih memberi keuntungan bagi klub- jika masih ingin bermain di Liga Belanda. Namun jika tidak dirinya dipersilahkan duduk manis di tribun, selama kompetisi berjalan dan hanya makan gaji buta. Sebuah kebijakan sederhana tapi kejam.

Terkait situasi yang terjadi pada Mees Hilgers Asosiasi Pemain Sepak Bola Profesional Belanda (VVCS) tak tinggal diam. Direktur VVCS, Louis Everard, menyebut perlakuan Twente sebagai bentuk perundungan yang terang-terangan.

“Fakta bahwa dia tidak akan bermain kecuali kontraknya diperbarui telah diakui secara terbuka. Ini pada dasarnya perundungan,” ujar Everard kepada Voetbal International, dengan nada yang bisa membuat manajemen Twente berkeringat dingin.

Ajax Amsterdam...

Everard bahkan menyentil praktik ini sebagai pelanggaran terhadap etika ketenagakerjaan. Pada tahapan selanjutnya, bisa saja kasus seperti ini diadukan ke proses hukum untuk mendapatkan jalan keluarnya.

“Saya pikir ada dasar hukum untuk berbisnis di sini,” tambahnya, seolah mengisyaratkan bahwa Twente bisa saja digiring ke meja hijau.

Everard juga mengungkit kasus yang hampir sama yang sempat terjadi di Ajax Amsterdam pada musim panas lau. Beberapa pemain merek yang ingin pergi, tapi urung karena tak dapat klub, dilarang masuk lapangan latihan dan dipaksa berlatih terpisah.

“Kami sangat kesal dengan hal ini dan menyampaikannya kepada Ajax. Ini jelas bukan cara yang pantas untuk memperlakukan pekerja,” tegasnya.

Ironisnya, metode ‘intimidasi’ itu justru berhasil memberi keuntungan bagi klub-klub di Eropa. Pemain-pemain yang diasingkan akhirnya menyerah dan bersedia memperbaharui kontra. Twente, dalam kasus ini tampaknya juga sedang mencoba cara yang sama.

Kasus Mees Hilgers bukan sekadar soal kontrak. Tetapi juga soal bagaimana klub memperlakukan pemain sebagai manusia atau tenaga kerja, bukan sekadar aset. Bagi Hilgers, situasi ini membuatnya dalam situasi tak bagus. Apalagi Timnas Indonesia sebentar lagi akan berjuang di Piala Dunia 2026.

Komentar

Sport Terkini

Terpopuler