Meski turun kasta di Liga 2 atau Championship, namun PSS mampu memberikan perlawanan sengit. Hasilnya, Persebaya hanya bisa menceploskan sebiji gol ke gawang Laskar Sembada.
Terkait hal ini, Manajemen Persebaya Surabaya langsung bertindak dan merespons kejadian itu dengan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
”Persebaya Surabaya dengan ini meminta maaf secara luas kepada kelompok, kota, atau etnis lain yang pernah menjadi korban nyanyian rasis dan kebencian selama Team Launching Game melawan PSS Sleman pada 19 Juli lalu. Persebaya juga berkomitmen untuk memerangi tingkah laku buruk itu di musim baru ini dan musim-musim berikutnya,” tulis Persebaya, dikutip dari akun media sosial X @persebayaupdate.
Lebih lanjut disampaikan, Surabaya tumbuh bersama masyarakatnya yang heterogen. Hampir semua suku dan etnis hidup berdampingan dalam harmoni, bersama selamanya.
Surabaya sudah menjadi rumah besar bagi orang Jawa, Madura, Melayu, Sunda, Bugis, Ambon, Papua, Arab, Tionghoa, maupun etnis lainnya.
”Kita pun harus ingat, dalam perebutan Kota Pahlawan dari agresi militer, Bung Tomo tidak sendirian. Tapi, ada orang-orang Madura, Ambon, Papua, Arab bahkan Tionghoa, mereka semua melebur bersama Arek-Arek Suroboyo untuk mempertahankan kemerdekaan,” lanjut Persebaya.
Murianews, Kudus – Persebaya Surabaya menggelar team launching game melawan PSS Sleman di Stadion Gelora Bung Tomo, pada Sabtu (19/7/2025). Laga ini memang hanya bertitel uji coba, namun duel itu menyuguhkan permainan seru dan menarik.
Meski turun kasta di Liga 2 atau Championship, namun PSS mampu memberikan perlawanan sengit. Hasilnya, Persebaya hanya bisa menceploskan sebiji gol ke gawang Laskar Sembada.
Sayangnya, team launching game ini ditengarai sempat diwarnai aksi rasisme. Di mana, dalam momen tersebut, terdengar nyanyian bernada rasis dari sejumlah oknum suporter.
Terkait hal ini, Manajemen Persebaya Surabaya langsung bertindak dan merespons kejadian itu dengan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
”Persebaya Surabaya dengan ini meminta maaf secara luas kepada kelompok, kota, atau etnis lain yang pernah menjadi korban nyanyian rasis dan kebencian selama Team Launching Game melawan PSS Sleman pada 19 Juli lalu. Persebaya juga berkomitmen untuk memerangi tingkah laku buruk itu di musim baru ini dan musim-musim berikutnya,” tulis Persebaya, dikutip dari akun media sosial X @persebayaupdate.
Lebih lanjut disampaikan, Surabaya tumbuh bersama masyarakatnya yang heterogen. Hampir semua suku dan etnis hidup berdampingan dalam harmoni, bersama selamanya.
Surabaya sudah menjadi rumah besar bagi orang Jawa, Madura, Melayu, Sunda, Bugis, Ambon, Papua, Arab, Tionghoa, maupun etnis lainnya.
”Kita pun harus ingat, dalam perebutan Kota Pahlawan dari agresi militer, Bung Tomo tidak sendirian. Tapi, ada orang-orang Madura, Ambon, Papua, Arab bahkan Tionghoa, mereka semua melebur bersama Arek-Arek Suroboyo untuk mempertahankan kemerdekaan,” lanjut Persebaya.
Persebaya untuk Semua...
Berangkat dari fakta sosial serta historis tersebut, sudah seharusnya peradaban Arek-Arek Suroboyo bisa hangat dan akrab dengan etnis dan kelompok apa pun. Tidak alergi apalagi menganggap sinis bahwa suku, etnis, atau kelompok dari kota lain lebih rendah dari Surabaya.
Terkhusus di sepak bola, Persebaya Surabaya dan pendukungnya tidak pantas memberikan ruang dan tempat bagi mereka yang masih menjadikan nyanyian serta tudingan rasisme ke kelompok lain adalah bagian dari kreativitas.
Terutama bagi mereka yang mendendangkan lagu lagu provokatif dengan merendahkan atau ajakan untuk membenci kelompok lain secara masif.
Pada anniversary Persebaya Surabaya ke-98 tahun ini mengangkat tema "Football for Humanity, Persebaya untuk Semua”. Ini bukan sekadar slogan, tetapi adalah prinsip hidup yang akan dijalankan klub secara nyata dan konsisten.