Namun, Muhammad Ali memiliki strategi jitu yang kemudian dikenal sebagai "rope-a-dope". Ali membiarkan Foreman terus menyerangnya sambil bersandar di tali ring, menguras energi sang juara bertahan.
Pada ronde kedelapan, kesempatan emas datang. Dengan serangan cepat dan presisi tinggi, Ali berhasil menjatuhkan Foreman dan meraih gelar juara dunia WBA, WBC, dan The Ring yang tak terbantahkan.
Foreman mengakui betapa tak terduganya momen tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan CBS, ia mengenang, kekalahan yang menyakitkan di 'Rumble in The Jungle' itu. Namun lebih dari itu, Foreman juga mengakui dirinya tengah menghadapi seorang maestro tinju dunia yang lain hari akan sangat dihormatinya.
"Saya pikir saya akan menjatuhkannya dalam satu atau dua ronde, tetapi di ronde ketiga, saya memukulnya dan dia jatuh ke atas saya. Saya pikir itu sudah berakhir, tapi dia mulai berteriak, 'Hanya itu yang kamu miliki, George? Tunjukkan padaku sesuatu!' Saat itu, saya tahu saya berada di tempat yang salah pada waktu yang salah," demikian yang dikatakanya saat itu.
Pertarungan ‘Rumble in The Jungle’ ini pada akhirnya tidak hanya menjadi legenda. Tetapi pada gilirannya juga menginspirasi banyak petinju generasi berikutnya. Salah satunya adalah Lennox Lewis, yang berhadapan dengan Hasim Rahman dalam pertandingan kejuaraan kelas berat di Afrika Selatan pada tahun 2001.
George Foreman telah pergi, tetapi warisannya dalam dunia tinju akan terus hidup. Dari kemenangan gemilang hingga kekalahan bersejarahnya di Rumble in The Jugle, semua melihat bahwa jiwa-jiwa besar dalam olahraga Tinju akan selalu dikenang.
George Foreman dan Muhamad Ali, kini sudah berkumpul kembali di dunia yang lain. Selamat jalan, Sang Legenda. Terima kasih atas pertarungan-pertarungan luar biasa yang telah kau persembahkan untuk dunia.
Murianews, Kudus - George Foreman, salah satu petinju paling ikonik dalam sejarah, meninggal dunia pada usia 76 tahun. Kabar duka ini diumumkan oleh keluarganya melalui akun Instagram resmi pada hari Jumat (21/3/2025) waktu AS, atau Sabtu (22/3/2025) WIB.
Kepergiannya meninggalkan jejak yang tak tergantikan di dunia olahraga. Terutama dalam sejarah tinju kelas berat dunia yang higar bingar semasa masih berjaya.
George Foreman tidak hanya dikenal sebagai petinju tangguh, tetapi juga sebagai petarung yang mampu bangkit dari keterpurukan. Pada tahun 1994, Foreman mengejutkan dunia dengan mencetak KO atas Michael Moorer dan menjadi juara dunia kelas berat tertua dalam sejarah pada usia 46 tahun dan 169 hari.
Prestasi luar biasa ini semakin mengukuhkan namanya dalam legenda tinju dunia. Foreman akhirnya pensiun pada tahun 1997 di usia 48 tahun dan mendapat kehormatan dilantik ke dalam World Boxing Hall of Fame dan International Boxing Hall of Fame.
Dari 81 pertarungan sepanjang kariernya, yang memunculkan rekor 76 kemenangan (68 melalui KO) dan hanya lima kekalahan, ada salah satu duel yang paling dikenang dalam sejarah. Itu adalah pertarungannya melawan Muhammad Ali pada 30 Oktober 1974.
Pertarungan ini dikenal sebagai "Rumble in the Jungle", sebuah laga yang tidak hanya menjadi bagian dari sejarah tinju, tetapi juga salah satu peristiwa olahraga paling ikonik sepanjang masa. Foreman mempertaruhkan gelar juara kelas beratnya melawan Ali di Stade Tata Raphaël, Zaire (kini Republik Demokratik Kongo).
Laga ini ditonton oleh 50 juta orang melalui televisi sirkuit tertutup dan dinobatkan sebagai Pertarungan Terbaik Majalah Ring tahun 1974. Saat itu, Foreman datang sebagai petarung tak terkalahkan dan diyakini akan mempertahankan gelarnya dengan mudah.
Taktik "Rope-a-dope'...
Namun, Muhammad Ali memiliki strategi jitu yang kemudian dikenal sebagai "rope-a-dope". Ali membiarkan Foreman terus menyerangnya sambil bersandar di tali ring, menguras energi sang juara bertahan.
Pada ronde kedelapan, kesempatan emas datang. Dengan serangan cepat dan presisi tinggi, Ali berhasil menjatuhkan Foreman dan meraih gelar juara dunia WBA, WBC, dan The Ring yang tak terbantahkan.
Foreman mengakui betapa tak terduganya momen tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan CBS, ia mengenang, kekalahan yang menyakitkan di 'Rumble in The Jungle' itu. Namun lebih dari itu, Foreman juga mengakui dirinya tengah menghadapi seorang maestro tinju dunia yang lain hari akan sangat dihormatinya.
"Saya pikir saya akan menjatuhkannya dalam satu atau dua ronde, tetapi di ronde ketiga, saya memukulnya dan dia jatuh ke atas saya. Saya pikir itu sudah berakhir, tapi dia mulai berteriak, 'Hanya itu yang kamu miliki, George? Tunjukkan padaku sesuatu!' Saat itu, saya tahu saya berada di tempat yang salah pada waktu yang salah," demikian yang dikatakanya saat itu.
Pertarungan ‘Rumble in The Jungle’ ini pada akhirnya tidak hanya menjadi legenda. Tetapi pada gilirannya juga menginspirasi banyak petinju generasi berikutnya. Salah satunya adalah Lennox Lewis, yang berhadapan dengan Hasim Rahman dalam pertandingan kejuaraan kelas berat di Afrika Selatan pada tahun 2001.
George Foreman telah pergi, tetapi warisannya dalam dunia tinju akan terus hidup. Dari kemenangan gemilang hingga kekalahan bersejarahnya di Rumble in The Jugle, semua melihat bahwa jiwa-jiwa besar dalam olahraga Tinju akan selalu dikenang.
George Foreman dan Muhamad Ali, kini sudah berkumpul kembali di dunia yang lain. Selamat jalan, Sang Legenda. Terima kasih atas pertarungan-pertarungan luar biasa yang telah kau persembahkan untuk dunia.