Rabu, 19 November 2025

1. Strategi Pelatih yang Matang

Di balik performa impresif PSIM, nama pelatih mereka, Jean-Paul van Gastel, kerap disebut sebagai arsitek kebangkitan. Berbeda dengan musim lalu, ia kini berani memainkan formasi yang lebih fleksibel, berganti dari 4-3-3 ke 4-2-3-1 sesuai karakter lawan.

Strategi ini membuat PSIM sulit ditebak. Saat menghadapi tim dengan serangan sayap cepat, mereka menumpuk gelandang untuk mempersempit ruang.

Sebaliknya, ketika melawan tim bertahan rapat, van Gastel memberi kebebasan lebih pada wing-back untuk naik membantu serangan. Hasilnya terlihat nyata, PSIM mampu mencetak gol ke gawang tim besar sekaligus menjaga rapatnya lini belakang.

”Ya, saya sangat puas. Selain itu, salah satu prinsip saya adalah jika kita bisa menang, kita tidak kalah. Jadi saya pikir tim saya telah mengikuti prinsip ini,” ujar Jean-Paul van Gastel.

2. Skuat Muda Penuh Energi

Regenerasi yang dilakukan PSIM musim ini juga menuai hasil positif. Cahya Supriadi (22 tahun) adalah representasi nyata betapa mereka betul-betul memanfaatkan tenaga muda yang tak gentar, ngotot, dan selalu berusaha keras.

Energi pemain muda ini berpadu dengan pengalaman pemain senior seperti kapten Reva Adi dan gelandang asing Ze Valente. Perpaduan tersebut menciptakan harmoni: yang muda menyumbang kecepatan dan agresivitas, yang senior menambahkan ketenangan serta pengalaman.

Menariknya, PSIM tak hanya mengandalkan akademi sendiri, tapi juga berani merekrut talenta muda dari klub lain yang kurang mendapat menit bermain. Kebijakan ini tak hanya menambah kedalaman skuat, tapi juga menciptakan kompetisi sehat di dalam tim.

”Saya tidak berharap kami mendapat hasil tidak bagus, tapi itu mungkin terjadi karena sepak bola berjalan dalam gelombang. Sekarang kita berada dalam gelombang yang naik. Tapi pasti akan ada saatnya gelombang itu turun. Tapi itu tidak membuatku menjadi pelatih yang berbeda,” sebut Jean-Paul van Gastel.

Dukungan Suporter... 

Komentar

Terpopuler